Jumat, 30 April 2010

Ketika Arab Dizalimi Dua Kali

Ketika Arab Dizalimi Dua Kali

Kalau sendainya pemerintah Israel melakukan kebijakan politik yang berbeda dalam menghadapi warga negara Arab, tanpa menzalimi, tidak diskriminasi atau memarginalkannya, sepertinya mereka akan diterima dan akan menjadi jembatan untuk tujuan hakikinya.


Sejumlah pimpinan pengawas di parlemen Knesset, termasuk para kepala distrik, akademisi, wartawan dan seluruh pemimpin resmi Arab di Israel dalam waktu dekat akan berkunjung kepada pemimpin Libya, Muamar Qadafi untuk memenuhi undangan pemerintah tersebut yang merupakan pertama kalinya dalam sejarah hubungan Arab-Israel.

Suatu kesalahan, dari sisi Ahmad Al-Taybi, Muhammad Barkah, Thalib Sani dan teman-temanya yang ikut dalam kunjungan ini yang sarat kepentingan, setidaknya untuk pihak Zionis. adapaun bagi Qadhafi tentu hal ini merupakan siasat lain dalam memainkan perananya dalam politik panah menyangkut harga diri bangsa Arab. Bagi bangsa Arab di wilayah 48 kunjungan ini merupakan upaya untuk mendapat pengakuan dari pihak luar sebagai kelompok bangsa yang terpisah dari bangsa Palestina.



Kesepakatan Oslo yang digadang-gadang sebagai soluasi dua negara di atas perbatasan 67, ternyata menyisakan masalah Arab Israel sebagai bagian dari persoalan, bukan bagian dari solusi. Sejak saat itu, konflik ganda yang terjadi sejak tahun 1948 semakin membesar. Di ranah Israel terus terjadi pertempuran untuk memperjuangkan persamaan hak sipil, social dan politik. Sementara di wilayah Arab berjuang untuk memerangi Israel agar tidak lupa atau mengabaikan krisis mereka.

Hingga hari ini, walau sudah berlalu 62 tahun, bangsa Israel dan para pemimpin Arab masih saja menghadapi kesulitan untuk memahami keyakinan yang dianut bangsa Palestina yang tinggal di negara Yahudi. Kedua belah pihak, baik para pemimpin Arab dan bangsa Israel memperlakukan warga Palestina dengan penuh kecurigaan. Makanya mereka mereka mengatakan, kami terzalimi dua kali. Bangsa Israel memandang kami sebagai bangsa Arab. Sementara dunia Arab memandang kami sebagai bangsa Israel.

Kondisi inilah yang diyakini sebagai salah satu sebab banyaknya perpecahan dan munculnya berbagai partai di Arab 48. Biasanya perpecahan melahirkan persaingan dan persaiangan malahirkan friksi. Bagi Qadhafi mereka dianggap satu. Namun apa yang membedakan mereka dari yang lain lebih jelas ketimbang persamaannya.


Sementara itu, akibat dahsyatnya perpecahan ini, satu-satunya cara untuk berkoalisi adalah dengan berpegang teguh pada ke-Israelan. Perdamaian dengan Mesir dan Yordania adalah dengan membuka pintu Arab 48 selebar-lebarnya. Dengan demikian identitas kearaban mereka menjadi melemah, walaupun begitu, mereka tidak siap untuk melepaskan identitas kearabanya tersebut yang tentu menimbulkan kritikan dan tudingan, walau mereka mempunyai alasan untuk itu. Hanya sebagian kecil diantara mereka yang membahas kemungkinan berpisah dari negaranya.

Seruan public untuk bangsa Arab di Israel tidak dimaksudkan untuk dunia Arab. Karena diantara mereka lebih banyak yang membaca koran Yedeot Aharonot ketimbang koran Shinarah. Demikianlah seluruh bangsa Arab.

Mereka tidak akan pernah meninggalkan demokrasi menuju teknologi ataupun bersikap terbuka. Bintang terbaru mereka adalah Mira Awad. Yang menggunakan teknologi tinggi hanyalah kalangan akademisi saja. Mereka bukanlah kalangan aleg yang sedang bersaing untuk memenangkan dukungan kalangan radikal di acara-acara televisi. Mereka juga tidak pernah mencari solusi untuk masalah Arab ini.

Para pemimpin Arab di Israel tidak berangkat ke Libya hanya untuk mendengarkan ide-ide Qadafi tentang Isratain (IsraelPalestina), Satu negara dua bangsa antara sungai Jordan dan Laut Mediterranea. Mereka datang ke Tripoli hanya untuk memantapkan kedudukanya atau memperoleh bantuan dari Liga Arab demi mendapatkan pengakuan bahwa mereka tidak sendirian. Mereka haus hubungan untuk meningkatkan wawasan, kekeluargaan, social maupun keagamaan.

Kalau saja pemerintah Israel melakukan kebijakan lain terhadap warga negara Arab, tanpa kezaliman, diskriminasi, marjinalisasi, kemungkinan mereka akan mendapat jembatan hakiki untuk tujuanya.

0 komentar:

Posting Komentar

BThemes

Sponsor

Heroes Myspace Comments

Chat Coy...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More